Suatu malam, pada tanggal 9 Desember 1975, di bawah sinar lampu petromak di Pangkalan udara Penfui, Letkol Sugiarto sebagai Komandan Satgas Linud mengelar peta hitam putih buatan Portugis. Briefing penyampaian Perintah Operasi dimulai, diikuti oleh para Komandan satuan dan perwira Operasi. Masing-masing dari Brigade 17 Linud Kostrad, Kopassus dan Kopasgat (saat ini disebut Paskhas). Lembar peta itu berjudul “Vila Salazar” nama Portugis sebutan lain dari kota baucau. Cila Salazar terletak di pantai utara di sebuah dataran tinggi pulau Timor bagian Timur. Selintas terbayang cantiknya bangunan klasik, tebing karang, buih putih dan laut biru.
Bayangan indah itu pun lenyap seketika dan jantung pun berdebar ketika Letkol Sugiarto mengakhiri Perintah Operasinya dengan “ada pertanyaan?” beberapa saat hening mencekam, tidak ada satupun pertanyaan. Yang pasti, besok pagi buta, tangal 10 Desember 1975, serbuan vertical dari udara akan dilaksanakan oleh prajurit-prajurit pasukan payung untuk merebut sebuah lapangan terbang di Vila Salazar. Semua sudah jelas, sebuah lingkaran hitam dan garis-garis pembagi berikut lingkaran-lingkaran kecil diatas peta, itu adalah lukisan apa yang disebut ground tactical planning atau rencana taktis darat dari suatu operasi serbuan Linud yang menggambarkan air head atau tumpuan udara, berisi pembagian sector, dropping zone (DZ), sasaran-sasaran yang akan direbut dan titik-titik kumpul bagi pasukan paying. Rencana taktis darat merupakan bagian penting dari Perintah operasi penerjunan.
Pada tanggal 10 Desember 1975, 8 pesawat C-130 Hercules mengangkut pasukan Brigade 17/Linud Kostrad, Kopassus, dan Kopasgat dari Pangkalan Udara Penfui Kupang. Pesawat-pesawat angkut C-130 Hercules mendapat perlindungan dari pesawat B-26 Infader yang diterbangkan oleh Mayor Pnb Sumarsono. Pilot leader adalah Letkol Pnb Suaka Diro dengan sandi penerbangan “Rajawali Flight”. Pesawat pertama terbang dengan ketinggian 1200 kaki, perbedaan ketinggian 50 kaki dengan pesawat beriutnya. Untuk menuju titik penerjunan, pesawat mendekati sasaran dari laut dengan arah penerbangan 170 derajat sebelum melintas tepat diatas daerah penerjunan. Untuk melakukan koordinasi antara pesawat angkut dan pesawat yang akan melakukan serangan udara, “Rajaawli Flight” selalu mengadakan kontak radio dengan pesawat B-26 Infader.
Penerjunan sorti pertama yang dimulai pukul 07.20 waktu setempat, sangat mengagetkan Antonio Reisda Silva Nunes, Komandan asrama Baucau. Ia tidak sempat melakukan konsolidasi dengn pasukannya, sehingga segera meninggalkan Baucau. Setelah mendarat, tim pengendali tempur (Dalpur) Detasemen B Kopasgat segera berkomunikasi lewat radio dengan pesawat Pembom B-26 Infasder. Komunikasi ini bertujuan agar pesawat B-26, apabila diperlukan,. Apabila diperlukan, dapat memberikan bantuan tembakan udara yang tepat sasaran. Karena pasukan telah berhasil menguasiai keadaan, maka Mayr Pnb Sumarsono melaporkan bahwa saat ini pasukan darat belum memerlukan bantuan tembakan.
Gugus tugas Kopasgat saat itu tersusun dalam Detasemen B berkekuatan 156 orang yang dipimpin oleh Kapten Psk Afendi. Kapten Psk Jack Hidayat sebagai wakil, kapten Psk Budhy Santoso (Dankorpaskhas 1996 – 1998, dan sesmil Presiden RI 1998) sebagai Kasi Intelijen dan Operasi, apten Psk Edison Siagian sebagai Kasi Personel dan Logistik, Kapten Lek Rudolf Malo sebagai Komandan Tim Pengendali Pangkalan (Dallan) dan Perwira Kopasgat yang lain dalam Detasemen tersebut adalah Kapten Psk Wahyu Wijoyo (Wadan Korpaskhas 1996-1998 serta Letda Psk Daromi -Dandepodiklat 1998-20..). Kontinua